Berikut ini adalah contoh kasus cybercrime dan penyelesaian hukumnya :
KASUS 1 :
Kasus
Bocornya Data WNI Di Facebook
Disini penulis
mengambil studi kasus mengenai bocornya data WNI di facebook kurang lebih
beberapa pekan yang lalu, karna adanya pemberitaan tentang adanya kasus
kebocoran data pengguna facebook.
Tentunya kasus ini
sangat menggagu kenyamanan bagi pengguna facebook di seluruh dunia karena
mereka merasa dirugikan. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri
memastikan siap mengusut kebocoran jutaan data akun Facebook di Indonesia yang
dimiliki Warga Negara Indonesia (WNI). Kepala Bareskrim Komjen Pol Ari Dono
menyatakan, Polri sudah mendengar informasi tentang jutaan data akun Facebook
milik WNI yang bocor. Karenanya, pihaknya akan melihat dan meneliti lebih dulu
untuk melakukan pengusutan lebih lanjut. "Ya. Nanti kita lihat, kita cek,
kita teliti," ujar Ari di Aula Serba Guna Gedung Penunjang pada Gedung
Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (6/4/2018).
Pernyataan ini
disampaikan Ari usai menghadiri pelantikan Brigjen Pol Firli menjadi Deputi
Penindakan baru KPK dan Supardi sebagai Direktur Penuntutan baru KPK. Ari
melanjutkan, hingga saat ini pihaknya memang belum membentuk tim untuk
pengusutan tersebut. Yang jelas, proses penelitian atas kebocoran tersebut
dilakukan untuk memastikan peristiwanya seperti apa dan apakah ada unsur tindak
pidana. Dalam konteks tersebut kemudian baru dibentuk tim guna meminta
pertanggungjawaban pihak yang diduga melakukan.
"Kalau kita bicara satu juta
orang, ada satu perbuatan pidana di lapangan sepak bola. moso' se-lapangan kita
proses. Ya peristiwanya dilihat seperti apa," tandasnya.
KASUS 2 :
Kasus
55 WNA China Sindikat Cyber Fraud
Diusir Dari Bali
Memakai baju
barong warna pink, puluhan warga negara (WN) China dideportasi oleh pihak Imigrasi
Ngurah Rai dari Bali, Jumat (3/2/2018). Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Ngurah
Rai, Ari Budijanto mengatakan, secara keseluruhan ada 55 orang asing asal China
yang dideportasi. "Mereka telah terlibat dalam sindikat Cyber Fraud International. Sebenarnnya
yang diamankan pihak Polda Bali ada 64 orang. Tujuh orang dari Taiwan dan 1
orang dari Malaysia," ungkapnya. Dia menjelaskan, warga dari Malaysia dan
Taiwan belum dapat dideportasi karena masih dalam proses penyidikan. "WNA
tersebut ditangkap karena merupakan sindikat kejahatan Cyber Fraud International," tegasnya.
Puluhan orang
asing itu ditangkap oleh pihak Polda Bali, Kamis 11 Januari 2018. Penangkapan
dilakukan di empat tempat yaitu rumah yang beralamat Jalan Tukad Badung,
Perumahan Pun Pesona, Komplek Pecatu Indah Resort dan Perumahan Golden Gate.
Dari hasil penangkapan diketahui para WNA itu masuk ke wilayah Indonesia
menggunakan visa on arrival sebanyak 8 orang, visa indeks 211 untuk 60 hari
sebanyak 6 orang. Selain itu menggunakan bebas visa kunjungan sebanyak 40
orang. "Ada 2 orang pemegang KITAS. Kecuali pemegang KITAS, semua masa
berlaku izin tinggal mereka telah melewati batas,"ujarnya.
Berdasarkan hasil
penyelidikan, 56 WNA telah terbukti melanggar Pasal 78 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, orang asing pemegang izin tinggal yang
telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam wilayah Indonesia lebih
dari 60 hari dari batas waktu izin tinggal dikenai tindakan administratif
keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan. "Mereka juga dipandang
melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan
ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan
perundang-undangan," pungkasnya.
Kasus
Surabaya Black Hat Pernah Retas 6 Situs
Pemerintahan Di Jawa Timur
Tiga mahasiswa
salah satu universitas di Surabaya yang tergabung dalam kelompok peretas atau hacker Surabaya, Black Hat, mengaku pernah membobol enam situs pemerintahan di Jawa
Timur pada tahun 2017. Aksi mereka tercium polisi setelah melakukan pembobolan
sejumlah situs baik dalam dan luar negeri serta melakukan pemerasan.
"Mereka mendeklair bertanggung jawab atas peretasan enam situs
pemerintahan di Jawa Timur," kata Kepala Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus
Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu, Kamis (15/3/2018).
Meski begitu, ia
mengaku tak bisa membeberkan apa saja situs yang dimaksud. Ia hanya menyebut
yang diretas adalah situs milik beberapa kabupaten di Jatim. "Website, ada pemerintah kabupaten apa
gitu," ucap dia.
Sebelumnya
diberitakan, Tim Subdit IV Cyber Crime
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya membekuk dua orang peretas atau hacker
berinisial KPS dan NA di daerah Surabaya, Jawa Timur. Penangkapan peretas yang
menamakan diri kelompok SBH itu dilakukan Minggu, 11 Maret 2018. Kelompok ini
sudah membobol ratusan website dalam dan luar negeri. "Mereka menjebol
sistem pengamanan dari sistem elektronik milik orang lain. Kemudian mengancam
atau menakut-nakuti dengan meminta sejumlah uang," ujar Kabid Humas Polda
Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono.
Kasus
Retas Ratusan Website Di 44 Negara Tiga Hecker Raup Rp. 200 Juta.
Tiga mahasiswa
yang meretas 600 website di 44 negara telah meraup uang hasil kejahatan
sebanyak Rp200 juta. Komplotan hacker ini telah beraksi sejak 2017 lalu.
Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus
Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu mengatakan, ketiga mahasiswa yang
meretas 600 website itu meraup mulai
dari Rp 50-200 juta. "Setiap meretas, mereka meminta uang ke korbannya
kalau mau sistemnya dipulihkan kembali. Uang tebusannya bervariasi, tapi bisa
sampai Rp50-200 juta," kata Robertero kepada wartawan, Selasa (13/3/2018).
Menurut Roberto,
600 website dan sistem IT yang
tersebar di 44 negara yang sudah diretas tiga mahasiswa itu. Namun, jumlah itu
kemungkinan bisa bertambah bergantung perkembangan penyelidikan di lapangan.
(Baca: Tiga Hacker yang Retas Situs
44 Negara Tergabung Dalam Komunitas SBH). Mereka, lanjut Roberto, beraksi
dengan menggunakan metode SQL Injection
untuk merusak database. Terungkapanya aksi mereka itu setelah polisi menerima
informasi dari FBI tentang adanya puluhan sistem di 44 negara rusak. (Baca:
Komplotan Peretas 600 Website di 44 Negara Ternyata Masih Mahasiswa)
Dalam
pengembangan, ternyata bukan hanya 600 website
saja yang diretas melainkan ada sebanyak 3.000 sistem IT yang jadi sasaran
hacking mereka. "Kita kerja sama dan mendapat informasi itu. Kita analisa
sampai dua bulanan berdasarkan informasi dari FBI itu, ternyata lokasinya itu
di Surabaya," ucapnya.
Dari kasus diatas bisa dikenakan
sanksi dengan menggunakan Undang undang KUHP Pasal 378 tentang penipuan.
Menurut balian Zahab berikut ini
adalah cara menghindari cyber data forgery yang salah satu nya ialah cyber squatting.
1. Mengamankan
sistem
Membangun
sebuah keamanan sistem harus merupakan langkah-langkah yang terintegrasi pada
keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan dapat mempersempit atau bahkan menutup
adanya celah-celah unauthorized actions
yang merugikan. Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap
instalasi sistem sampai akhirnya menuju ke tahap pengamanan fisik dan
pengamanan data. Pengaman akan adanya penyerangan sistem melaui jaringan juga
dapat dilakukan dengan melakukan pengamanan FTP, SMTP, Telnet dan pengamanan Web Server.
2. Penanggulangan
Global
The Organization for
Economic Cooperation and Development
(OECD) telah membuat guide lines bagi para pembuat kebijakan
yang berhubungan dengan computer-related
crime, dimana pada tahun 1986 OECD telah memublikasikan laporannya yang
berjudul Computer-Related Crime: Analysis
of Legal Policy. Menurut OECD, beberapa langkah penting yang harus
dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cyber crime adalah:
a. meningkatkan
sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
b. meningkatkan
pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan,
investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cyber crime.
c. meningkatkan
kesadaran warga negara mengenai masalah cyber
crime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
d. meningkatkan
kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam
upaya penanganan cyber crime.
3. Perlunya
Dukungan Lembaga Khusus
Lembaga-lembaga
khusus, baik milik pemerintah maupun NGO (Non
Government Organization), diperlukan sebagai upaya penanggulangan kejahatan
di internet. Amerika Serikat memiliki komputer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) sebagai sebuah
divisi khusus dari U.S. Departement of
Justice. Institusi ini memberikan informasi tentang cyber crime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada
masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cyber crime. Indonesia sendiri
sebenarnya sudah memiliki IDCERT (Indonesia Computer
Emergency Rensponse Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang
untuk melaporkan masalah-masalah keamanan komputer.
0 komentar:
Posting Komentar